Bahasa
memainkan peran besar dalam kehidupan setiap orang, meskipun kadang
kita tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Bahasa adalah alat
berkomunikasi yang nyata dibutuhkan. Bayangkan jika di dunia tidak ada
bahasa, atau anda tidak menguasai sebuah bahasapun, atau semua orang
disekitarmu berbahasa asing semua — hanya anda yang mengerti bahasa anda
sendiri di dunia ini!.
PBB menyatakan bahwa
rata-rata, sebuah bahasa lenyap setiap dua minggu. Di seluruh dunia,
hampir 6.000-an bahasa terancam kepunahan. Bahasa ini dengan cepat
menghilang karena alasan seperti mereka memakai bahasa tersebut mati,
kemudian juga telah terintegrasi dengan bahasa lain. Faktanya bahwa ada
bahasa-bahasa yang lebih menonjol daripada yang lain, dan di dunia
sekarang ini orang memandang penting untuk mempelajari bahasa populer
lainnya, sehingga melupakan bahasa aslinya. Sangat ngeri membayangkan
bahwa kematian sebuah bahasa berarti kematian suatu budaya.
Dari
10 bahasa paling langka dan terancam punah dari seluruh dunia, tahukah
anda bahwa bahasa yang hampir punah ini juga ada di Indonesia :
1. Chamicuro (Chamekolo, Chamicolo, Chamicura)
Seluruh
dunia hanya ada 8 orang yang berbicara Chamicuro, menurut sebuah studi
2008. Bahasa ini umumnya digunakan di Peru dan saat ini dianggap kritis,
karena sebagian besar dari orang-orang yang berbicara bahsa ini sudah
tua-tua. Tidak ada lagi anak yang berbicara Chamicuro karena daerah ini
telah menggunakan bahasa Spanyol sebgai bahasa harian mereka. Namun,
mereka yang berbicara bahasa ini mampu mengembangkan sebuah kamus
istilah mereka. Jika Anda ingin tahu bagaimana mengatakan beberapa hewan
di Chamicuro, gunakan ini: kawali (kuda,) polyo (ayam,) Pato (bebek,)
katujkana (monyet,) ma’nali (anjing,) mishi (kucing,) waka (sapi.)
2. Dumi (Dumi Bo’o, Bro Dumi, Lsi Rai, Ro’do Bo ‘, Sotmali)
Dumi,
biasanya digunakan di daerah dekat sungai Tekan dan Rava, Nepal. Juga
diucapkan di wilayah pegunungan Kabupaten Khotang yang terletak di Nepal
timur. Ini adalah bahasa Kiranti, bagian dari rumpun bahasa
Tibeto-Burman. Dengan hanya 8 orang berbicara itu di tahun 2007, bahasa
ini dianggap kritis dan terancam punah.
3. Ongota / Birale
Pada
tahun 2008, bahasa Ongota hanya dipakai oleh 6 orang penutur asli,
semuanya sudah berusia lanjut. Hal ini membuat bahasa ini kritis dan
terancam punah. Namun, tidak seperti kebanyakan bahasa yang menghilang,
sebenarnya ada seorang profesor di Universitas Addis Ababa di Ethiopia
yang melakukan studi bahasa Ongota. Dia menyimpulkan bahwa bahasa ini
mengikuti struktur subyek, obyek, dan kata kerja. Ongota adalah bahasa
Afro-Asia yang diucapkan di Ethiopia di tepi barat Sungai Weito di
sebuah desa kecil.
4. Liki (Moar)
Liki
adalah bahasa kritis yang diucapkan di luar kepulauan pantai utara
Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kecamatan Sarmi (?) , yang semuanya
berada di Indonesia. Pada tahun 2007, studi menunjukkan bahwa hanya 5
orang berbicara bahasa tersebut. Di masa lalu, bahasa ini dituturkan
oleh para pejabat gereja lokal yang tinggal di wilayah tersebut. Bahasa
ini berasal dari gabungan bahasa Austronesia, Malayo-Polynesia, Timur
Tengah, Timur Malayo-Polynesia, Kelautan, Barat Kelautan, North New
Guinea, Sarmi-Jayapura Bay, dan Sarmi.
5. Tanema (Tanima, Tetawo)
Di
Kepulauan Solomon, bahasa Tanema ini pernah digunakan di tempat-tempat
seperti Pulau Vanikolo, Temotu Propinsi dan di sebuah desa Emua. Saat
ini, bahasa ini hanya dituturkan oleh 4 orang saja menurut penelitian
pada tahun 2008. Tanema adalah bahasa campuran Austronesia dan juga
Melayu-Polinesia Tengah-Timur, dan Kelautan. Banyak dari mereka yang
pernah berbicara Tanema telah beralih ke bahasa Pijin atau Teanu,
keduanya merupakan bahasa yang sangat populer di kawasan ini. Ingin
belajar bahasa Tanema? Cobalah: wekini (untuk mengaktifkan), laro
(berenang), la vamora (untuk bekerja), dan la munana (untuk berbaring.)